Berdasarkan rilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 11 Maret 2012, hanya ada delapan parpol yang berhasil menembus 3,5 persen. Partai itu adalah Golkar, PDI Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Nasional Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, serta Gerakan Indonesia Raya. Dari survei tersebut, partai seperti Partai Amanat Nasional dan Hati Nurani Rakyat tidak mencapai 3,5 persen.
Nasib partai-partai gurem tersebut memang sulit untuk lolos sebagai peserta Pemilu 2014. “Secara rasional, mereka harus melakukan penggabungan antarpartai,” kata Ari. Begitu pula partai-partai baru, sudah terlambat untuk bergabung, kecuali jika partai baru tersebut melakukan akuisisi, seperti halnya Partai Serikat Rakyat Independen, yang mengambil alih status hukum Partai Demokrasi Perjuangan Rakyat.
Wakil Ketua Fraksi PAN DPR, Viva Yoga Mauladi, menyatakan bahwa tingginya ambang batas akan berpengaruh terhadap hilangnya suara sah. “Kondisi ini seperti Pemilu 2009,” kata dia. Saat itu, menurut Viva, ada 34 partai politik peserta pemilu dengan ambang batas 2,5 persen.
Parliamentary threshold, katanya, berfungsi membatasi partai untuk lolos dalam perolehan kursi di DPR. Semakin tinggi nilai ambang batas parlemen, kian tinggi pula indeks disproporsionalitasnya. Padahal, sistem politik Indonesia menggunakan proporsionalitas atau derajat keterwakilan. “Hal tersebut melenceng dari sistem yang ada.”
MARIA YUNIAR | FEBRIYAN | ANGGA SUKMA WIJAYA | SUKMA
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !