JAKARTA, SOROTnews.com
- Anggota Komisi III DPR RI FPPP Ahmad Yani menyatakan kecewa dengan
putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemilu serentak, karena
persoalannya itu bukan pada serentak atau tidak serentak, melainkan pada
parliamentary treshold (PT) DPR RI, dan Presiden Treshold (PT). Bahwa
konstitusi itu mengatur pemilu dilakukan setiap lima tahun sekali,
sehingga mau serentak atau tidak itu bukan persoalan yang harus
diputuskan.
“PPP bersama PKS, Gerindra, dan
Hanura sejak dulu menolak PT DPR dan PT presiden tersebut. tapi, karena
suara keempat partai ini kecil, maka kalah dengan partai besar waktu
membahas UU itu,” tandas Ahmad Yani dalam diskusi ‘Putusan MK dan
Keabsahan Pemilu 2014’ di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (6/2/2014).
Menurut Yani PT DPR itu justru merampok suara rakyat, yang partainya
tak lolos PT. Padahal, sebelumnya mereka menjadi anggota MPR RI fari
utusan daerah, dan utusan golongan. Tapi, dengan PT DPR tersebut,
keragaman itu menjadi hilang. Untuk itu katanya, perlu penataan ulang
sistem politik dan ketata negaraan ini.
Yani
melihat MK sudah mulai keluar dari mandat yang diberikan, dengan
memonopoli kebenaran yang bersifat final dan mengikat. Sementara itu tak
ada yang mengontrol MK tersebut. Selain itu MK itu berwenang menguji
pasal-pasal UU yang bertentangan dengan konstitusi atau tidak. “Dan,
bukannya membuat norma hukum baru. Apalagi tidak suka dengan DPR,
sehingga putusannya tidak obyektif,” tegas Yani lagi.
Dikatakan, karena konstitusi mengatur pemilu lima tahun sekali, maka
mau serentak atau tidak, itu tidak masalah, tapi putusan MK terbalik.
Karena itu, putusan MK soal pemilu serentak itu sia-sia, dan malah akan
terjadi kekisruhan baru akibat putusan MK tersebut. “Memang yang harus
menjadi hakim MK itu harus bebas dari 3 TA, yaitu harta, tahta dan
wanita. Usianya pun mesti di atas 60 tahun dan sudah teruji, agar
benar-benar menjadi negarawan,” pungkas Yani. (SON/mnb)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !