Menteri Agama RI Suryadharma Ali
Menteri Agama RI Suryadharma Ali (sumber: Jakarta Globe)
Catatan kritis untuk Kemenag menyangkut persoalan kerukunan hidup beragama dan penyelenggaraan haji.

Komisi VIII DPR yang membidangi keagamaan dan sosial membuat catatan kritis tentang kinerja kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerjanya. Berada di peringkat pertama catatan kritis Komisi VIII DPR adalah Kementerian Agama (Kemenag) yang berada di bawah kepemimpinan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Gondo Radityo Gambiro membeberkan, catatan kritis untuk Kemenag antara lain menyangkut persoalan kerukunan hidup beragama dan penyelenggaraan haji. Menurutnya, 2012 merupakan tahun yang menempatkan pembinaan dan dialog kerukunan antar-umat beragama tidak  berjalan sebagaimana mestinya.

Radityo mengungkapkan, sepanjang 2012 ini ada 315 konflik sosial. "104 di antaranya bermuatan SARA. Ini menunjukkan menurunnya tingkat  toleransi beragama," kata dia, dalam siaran pers Refleksi Akhir Tahun Komisi VIII DPR di Jakarta, Jumat (28/12).

Politisi Partai Demokrat itu menambahkan, kondisi itu harus bisa dieliminir pada tahun-tahun mendatang. Kemenag, sebutnya, harus lebih  aktif dalam membangun dialog antar-umat beragama.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui pendidikan keagamaan untuk meningkatkan ketaatan beragama dan budi pekerti yang baik. "Kita dorong upaya untuk menumbuhkan sikap toleransi dan pola pikir maupun sikap yang tidak eksklusif," cetusnya.

Penyelenggaran Haji Belum Optimal
Terkait penyelenggaraan haji, Radityo menyoroti belum optimalnya pelayanan Kemenag yang menimbulkan ketidakpuasan jamaah.  Ditegaskannya, ada Dana Optimalisasi Haji di Kemenag yang bisa dikembalikan kepada calon jamaah haji.

Sayangnya, kata Radityo, selama ini yang muncul justru inefisiensi anggaran baik yang bersumber dari APBN maupun Dana Optimalisasi. "Dana Optimalisasi itu bisa dimaksimalkan untuk sepenuhnya dikembalikan kepada jamaah dalam bentuk subsidi sehingga meringankan calon jamaah haji," cetusnya.

Oleh karenanya, Radityo mengusulkan adanya pemisahan antara regulator dan operator dalam penyelenggaraan haji. "Solusinya tentu membentuk Badan  Haji sebagai operator," tandas dia.